Bank Century kalah kliring. Berita itu sangat santer di surat kabar beberapa hari yang lalu. Bahkan ada yang bilang Bank Century dirush, ATM tidak bisa ditarik, deposito tidak bisa cair. Berita-berita ini membuat masyarakat sempat ketakutan. Krisis kepercayaan terhadap perbankan mulai muncul. Terlebih-lebih beberapa bulan sebelumnya terjadi perang suku bunga antar bank yang sangat tidak sehat demi memenuhi likuiditas.
Sebenarnya apa yang sedang terjadi di perbankan kita? Apakah kita harus ikut-ikutan panik? Tabungan, deposito harus dicairkan? Apakah benar terjadi kekeringan likuiditas?
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu singkat. Dalam hal ini menyediakan dana yang kemungkinan akan ditarik dari bank. Kita tahu bahwa bank berfungsi sebagai intermediari yaitu menyalurkan kelebihan dana ke pihak yang membutuhkan dalam bentuk kredit. Bank harus bisa memperkirakan berapa besar dana yang akan ditarik dan disetor setiap harinya oleh nasabahnya.
Apa yang terjadi dengan Bank Century itu hanya mismatch (tidak pas) yaitu dana yang seharusnya setorkan ke Bank Indonesia terlambat sehingga pada waktu terjadi penarikan, dana belum tersedia.
Perbankan kita cukup sehat. Hal ini tercermin pada posisi September 2008 : dana pihak ketiga yaitu tabungan, deposito, giro meningkat sebesar Rp 30 Triliun dengan pertumbuhan kredit sebesar Rp 13 Triliun serta jumlah kredit bermasalah sebesar 4% (maksimal 5%). Rasio Kecukupan Modal Bank sebesar 17% (minimum 8%). Loan to Deposit Ratio yaitu rasio besaran kredit terhadap dana pihak ketiga sebesar 80%.
Likuiditas pada dasarnya cukup hanya tidak merata dimana bank yang kelebihan likuiditas takut meminjamkan ke bank lain karena kekhawatiran kesulitan untuk mendapatkan likuiditas di masa yang akan datang.
Banyak orang yang mulai menyamakan situasi saat ini dengan kirisi moneter tahun 1998. Mari kita lihat sejenak perekonomian tahun 1998 dimana Inflasi 77%, Pertumbuhan Ekonomi -13%, Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar terdepresiasi sangat jauh sebesar 540% (Rp 2.500 menjadi Rp 16.000,-). Sementara s.d. Oktober 2008 Inflasi 12%, Pertumbuhan Ekonomi 6%, Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar terdepresiasi sebesar 25% (Rp 9.100 menjadi Rp 11.500).
Bank Indonesia sebagai otoritas monoter juga telah mengambil langkah-langkah agar kondisi perbankan tetap kondusif, antara lain dengan penyederhanaan perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM) yang harus disetorkan ke Bank Indonesia. Pemerintah juga merespon dengan menaikkan maksimum penjaminan dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 Milyar.
Jadi kita tidak perlu takut, teruslah menabung sehingga perbankan kita makin kuat. Hal ini akan membantu aktivitas di sektor riil karena bank dapat kembali menyalurkan kredit dengan suku bunga yang terjangkau sehingga akan menciptakan lapangan kerja dan otomatis akan menaikkan pendapatan penduduk yang berimbas pada pertumbuhan ekonomi kita (ddws).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar